SudutBeritaNews.com, Kutai Barat | Keluarga Narkoba, mungkin sebutan itu cocok untuk suami, istri dan seorang anaknya, sebab mereka divonis bersalah dan dihukum oleh majelis hakim pengadilan Negeri Kutai Barat karena kasus penyalahgunaan obat terlarang (narkoba).
Apapun istilahnya, faktanya karena menjual narkoba telah menjebloskan Jahrani alias Onet (suami), Sari (istri) dan Abdul Majid (anak) ke dalam jeruji besi dan menghancurkan mimpi indah mereka.
“Kakak saya sama suaminya itu digrebeg dalam rumah pas hari Sabtu sekitar jam 9 pagi, tanggal 24 April 2021.
Jadi ditangkap semua karena sebelumnya lebih dulu ditangkap anaknya bulan dua,” ujar Neni, adik kandung Sari, kepada wartawan di Jempang, Senin 10/10/22.
Seperti yang tercantum dalam situs SIPP Pengadilan Negeri Kutai Barat, diketahui pada 3 Februari 2021 polisi meringkus Abdul Majid dengan tuduhan memperjual belikan narkotika jenis sabu-sabu dengan barang bukti 0,95 gram bruto.
Atas perbuatannya Abdul Majid dijatuhi hukuman 4 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 800 juta subsider 3 bulan kurungan.
Sedangkan Jahrani dan Sari, orang tua Abdul Majid digrebeg di rumahnya, RT 03 Kampung Muara Tae Kecamatan Jempang tepatnya dua bulan setelah penangkapan anak kandungnya, tepatnya 24 April 2022 dengan barang bukti didita polisi jenis sabu-sabu dengan berat 1,21 gram.
Kemudian atas perbuatannya, suami istri tersebut hakim menjatuhkan 7 tahun penjara serta denda Rp 1 miliar, atau bisa diganti dengan kurungan badan 3 bulan pada 11 Oktober 2021.
Meskipun kasusnya sudah inkrah atau berkekuatan hukum tetap, namun perkara ini rupanya masih menyimpan pertanyaan bagi keluarga terpidana.
Yaitu soal barang bukti (BB) yang tak kunjung dikembalikan aparat kepolisian maupun kejaksaan.
BB yang dimaksud adalah kendaraan roda dua yaitu sepeda motor Vixion dan Vario yang disita aparat Polsek Jempang, Polres Kubar dari rumah Jahrani alias Onet dan Sari.
Berita terkait :
Bukan BB Tindak Kejahatan, Kenapa 2 Motor Yang Disita Polisi Ditahan Oleh Kapolsek Jempang?
Menurut pengakuan Neni adik Sari, dua sepeda motor tersebut bukan termasuk barang bukti dari perkara narkoba yang menjerat kakak perempuan dan iparnya itu.
“Karena motor itu diangkut dari rumah bukan diangkut saat transaksi. Seandainya itu dipakai saat transaksi di jalan mungkin motor itu dijadikan BB (barang bukti), tapi ini kan mereka ambil dari rumah,” jelas Neni.
Dia menyebut, surat-surat kendaraan hingga kunci kontak dan buku tabungan juga ikut disita aparat Polsek Jempang.
Namun kemudian dikembalikan ke keluarga, karena tidak ada kaitan dengan kasus narkoba.
Sebenarnya, lanjut Neni pada tanggal 25 April 2021 sudah diminta oleh salah satu anggota Polsek Jempang untuk mengambil kendaraan tersebut.
Hanya saja keluarga gagal membawa pulang motor tersebut karena saat keluarga datang ke kantor Polsek, anggota polisi tidak mau menyerahkan dengan alasan surat-suratnya mati.
“Mereka alasannya motor itu sudah tidak layak pakai, harus hidupkan dulu surat-suratnya. Padahal itu kan bukan disita saat razia,” ucap Neni.
Keluarga akhirnya menunggu sampai sidang pengadilan usai. Namun saat akan mengambil motor di kantor Polsek, lagi-lagi pihak kepolisian tidak mau menyerahkan dengan berbagai alasan.
“Sampai kami bawa surat dari pengadilan yang menyatakan motor itu bukan BB, tapi Kapolsek itu tidak mau ketemu. Dia bilang nanti aja bu, nanti kita bincang lagi,” keluh Neni.
Ia juga mengaku mendapat informasi dari oknum anggota Polsek, jika mau mengambil motor maka harus menyiapkan uang jutaan rupiah sebagai tebusan.
“Ada sih satu anggota di sana, dia bilang bu, biasanya kalau disini satu unit itu 5 juta. Dua unit berarti 10 juta. Saya kan ngga punya uang segitu, akhirnya sampai sekarang belum saya urus,” ucap wanita yang tinggal di kampung Kenyanyan, kecamatan Siluq Ngurai, kabupaten Kutai Barat.
Neni yang merasa dipersulit akhirnya melapor ke Propam Polres Kubar, untuk mengadukan kejanggalan penahanan motor kakaknya di Polsek Jempang. Namun hampir dua tahun belum ada kejelasan.
Saat dia berkonsultasi dengan Satlantas soal penahanan kendaraan tersebut, dia diarahkan untuk meminta surat tilang ke Polsek Jempang, jika memang dianggap kendaraan tidak layak pakai dan tetap ditahan.
Hanya saja Neni merasa tidak ada gunanya jika harus meminta surat tilang ke Polsek Jempang sebab motor itu memang bukan disita saat Razia atau patroli.
Adik terpidana Sari ini hanya berharap ada kepastian mengenai status motor itu apakah bisa dikembalikan atau harus tetap ditahan di Polsek Jempang.
“Kami ini orang susah. Untuk hidup hari-hari saja harus pontang panting cari kerja. Tolonglah kami,” harap Neni.
“Sampai gara-gara bolak balik urus motor ini, surat-surat yang sempat dikembalikan Polsek itu tercecer dan saya harus cari lagi satu per satu,” tutupnya.
Kemudian BB berikutnya adalah uang tunai Rp 5 juta yang sudah diputuskan pengadilan, bahwa dikembalikan kepada terdakwa Abdul Majid.
“Itu juga yang mau saya urus masalah uang 5 juta yang dikembalikan tapi belum dikembalikan juga. Katanya masih tunggu jaksa,” sebut Neni, adik kandung Sari.
Adapun uang Rp 5 juta itu disita polisi dari tangan Abdul Majid, anak dari Sari, waktu digrebeg 3 Februari 2021 silam.
Namun pengadilan menilai uang tunai itu bukan bagian dari barang bukti hasil kejahatan narkoba, sehingga dikembalikan kepada yang bersangkutan.
Secara terpisah Kapolsek Jempang Iptu Zainal Arifin membantah, pihaknya meminta uang tebusan.
“Mengenai motor Vixion itu kami tidak pernah minta tebusan,” ucap Iptu Arifin saat dikonfirmasi wartawan di kampung Pentat, kecamatan Jempang, Senin (10/11/2022) petang.
Dia beralasan motor belum dikembalikan karena surat-suratnya mati.
“Yang saya minta adalah legalitas (STNK dan BPKB) dari motor itu,” tegas Iptu Sainal Arifin.
Paul/Red-SBN
Respon (5)