KUTAI BARAT, SudutBerita News |Wakil Ketua Pengurus Wilayah Nadtatul Ulama (PWNU) Kalimantan Timur, Syaparudin S.Sos hadir di Kutai Barat untuk melakukan sosialisasi sekaligus penguatan program moderasi beragama di Islamic Center Melak Ulu, Kutai Barat. Jumat 28/4/23 pagi ini.
“Di kementerian Agama Republik Indonesia ada salah satu program moderasi beragama. Dan program ini oleh kementerian agama di seluruh Indonesia, termasuk dalam hal ini Kementerian Agama Kabupaten Kutai Barat melakukan sosialisasi sekaligus penguatan program moderasi beragama,” ujarnya saat mampir di kantor Redaksi SudutBerita News, Jl. M. Yamin, Simpang Raya, Kutai Barat. Kamis 27/4/23 malam.

Ia menyebut, bahwa Indonesia memiliki beragam agama dan keyakinan. Ada 6 agama, dan banyak keyakinan atau yang disebut sebagai ‘multi religiusitas’ masyarakat dalam konteks beragama dan keyakinan.
Menurut Ketua Tim Walikota untuk Akselerasi Pembangunan (TWAP) Kota Samarinda menjelaskan di beberapa daerah ada kecenderungan kehidupan keagamaan agak kurang harmonis.
Oleh karenanya, maka kementerian agama terus melakukan program penguatan moderasi beragama.
“Akhir-akhir ini memiliki kecenderungan kehidupan keagamaan kita agak mengeras, agak kaku. Dan dalam rangka itulah kementrian agama melakukan sosialisasi dan penguatan moderasi beragama,” ucap Syapar.
“dan program ini tentu menitikberatkan kepada 4 pilar penguatan moderasi beragama, yakni komitmen kebangsaan, toleransi, kemudian anti kekerasan dan local wisdom (kearifan lokal) yang menjadi inti dari arahan atau tugas dari kementerian agama Republik Indonesia.” sambung putra kelahiran Long Iram itu.
Syapar menegaskan, dalam proses kemerdekaan Republik Indonesia telah melibatkan banyak elemen bangsa.
“Seluruh agama memiliki andil terhadap kemerdekaan Indonesia, tentu dalam konteks itu, maka kehidupan keberagaman kita, harus lebih menekankan aspek toleransi, saling menghormati, saling menghargai terhadap keragaman. Tidak ada paksaan dalam konteks kehidupan keagamaan.” tegas dia.
Moderasi, kata Syapar adalah posisi atau bermakna: kita berpandangan moderat, posisi di tengah.yaitu posisi yang lebih profesional memandang kehidupan keagamaan dengan saling menghormati, menghargai atas keragaman keagamaan yang ada, hidup dan berkembang di manapun kita berada.
Bahkan, lanjutnya, Para tokoh dan pendiri bangsa, sudah menumbuhkan semangat kebangsaan sebagai pilar penting berbangsa dan bernegara telah ada sejak sebelum republik ini lahir.
Hal tersebut tertorehkan dengan tinta emas dalam sejarah 1908 (Budi Utomo), dilanjutkan 1928 (Sumpah Pemuda), kemudian 1945 melahirkan Pancasila dan UUD 1945 dimana seluruh pemimpin agama terikat dalam satu kesepakatan bersama bahwa Indonesia ini bukan negara agama tetapi negara kebangsaan.
“Itu yang harus terus disosialisasikan. Kita kembangkan terus dilakukan penguatan pemahaman yang menjadi karakter kehidupan masyarakat kita.” tegas Syaparudin.
Tugas pemimpin agama, menurut dia, terus menyempurnakan pemahaman keagamaan yang moderat. Seperti ini, bisa hidup saling berdampingan dengan damai, dengan rukun, dengan harmonis.
“Inilah modal penting kita untuk merawat relasi lintas agama dan lintas keyakinan hanya dengan keberagamaan yang moderat, yang toleran kura bisa hidup berdampingan dengan baik lintas keyakinan dan lintas keagamaan.” paparnya.
Dengan begitu, masih kata Syapar kita bisa melakukan percepatan pembangunan daerah. Sebab, membangun bangsa butuh kebersamaan dan kekompakan semua pihak.
Syaparuddin memandang, beragama dalam konteks keislaman, nabi Mohammad SAW, mengajarkan tentang hidup lebih moderat dalam beragama.
“Misalnya nabi saat di Madinah sudah merangkul seluruh elemen masyarakat yang berada di Madinah.
Madinah sebagai kota yang maju ketika nabi itu, di kota Madinah beragam agama dan keyakinan, nabi menghimpun, mengajak semuanya untuk saling menghormati, saling menghargai, saling toleran dalam kehidupan keagamaan, membangun bersama,” ujar dia.
Sehingga, jika nabi sebagai rujukan bagi umat Islam dalam kontek mendakwahkan dan membawa misi agama, tentu umat harus merujuk sikap nabi.
“Tidak ada alasan bagi umat untuk bersikap keras, bahkan Alkitab mengajarkan, misalnya Al Qur’an mengajarkan ya saling bergandengan tangan antara satu dengan yang lainnya.
Itu adalah perintah agama. Dan sikap di tengah yang disebut dalam Islam sebagai wasathiyah (red: ketegasan seseorang untuk bersikap adil), bahasa Arabnya itu berarti posisi di tengah.” tandas Syapar.
Dia menegaskan, kementerian agama terus mensosialisasikan dan mengembangkan moderat beragama kepada masyarakat agar lebih toleran, tidak pro kepada tindak kekerasan atas nama agama itulah yang terus kementerian agama kembangkan.
“Kita berharap Kutai Barat ini sebagai daerah yang beragam pula, beragam sukunya, beragam adatnya, dan beragam agamanya dengan16 kecamatan, hampir 200 kampung. Keragaman itu dibutuhkan para pemimpin kita untuk bersikap arif, bIsa bersikap moderat, bersikap di tengah untuk merawat keragaman yang ada di Kutai Barat dan tentu terus merawat semangat persaudaraan sebagai sesama warga Kutai Barat yang dalam bahasa agama disebut Al ukhuwah, persatuan sebagai warga Kuta Barat.
” harapnya.
Sebab, hanya dengan persatuan, menghormati perbedaan, toleran kita bisa bersatu. Dan dengan bersatu kita membangun Kutai Barat ini lebih baik lagi, lebih maju lagi dan tentu lebih cepat untuk mewujudkan Kutai Barat yang lebih maju, lebih baik di masa depan.
“Inilah yang menjadi pembicaraan atau dialog esok hari yang diselenggarakan oleh kementerian agama kabupaten Kutai Barat yang mengundang seluruh KUA se Kutai Barat, seluruh pejabat, para pegawai negeri di lingkungan kementerian agama dan OPD-OPD Pemerintah Kabupaten Kutai Barat yang terkait kegiatan penguatan moderat keagamaan.” pungkas Syaparudin. (Paul/Red)