)Kutai Barat, SudutBerita News | Harga getah karet yang belum stabil dan relatif rendah dikeluhkan petani Karet di Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur
Para petani karet mengeluh, sebab hidupnya semakin terhimpit karena harga getah karet jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan harga sembako yang diperlukan sehari-hari.
“Harganya murah betul, kalau dibandingkan dengan Beras dan Minyak goreng tidak ada artinya,” ujar Erni, warga Kampung Balok Asa, Kecamatan Barong Tongkok
kepada awak media. Selasa 19/9/23.
“minyak goreng saja sudah Rp15.000 – Rp16.000 per liter, sementara karet ini cuma Rp7.000 per kilogram, itu yang bersih. Tapi mau bagaimana lagi, kita tidak ada tempat usaha lain, ya mau tidak mau, daripada kita kelaparan,” imbuhnya mengeluh.
Erni menerangkan, harga hetah pasaran ditangan tengkulak saat ini di kisaran Rp5.000 – Rp7.000/kilogram tergantung kualitas.
Sementara itu, Kepala Kampung Balok Asa, Susanto menyebut sebagian besar warganya adalah petani karet dan masih sangat bergantung dari hasil perkebunan karet.
Ia mengaku, salah satu upaya untuk mengatasi persoalan harga getah karet tersebut. pihaknya sudah membentuk pengurus Badan Usaha Milik Kampung (BUMKA)
“Jadi kita coba membentuk BUMKA, dan beberapa waktu lalu kita juga sudah ada komunikasi dengan pihak Pabrik Pengolahan Karet Alam yang ada di Palaran, Kota Samarinda. Mudah-mudahan nanti ada kabar gembira, karena memang secara online kita pantau, harganya selalu berubah setiap hari,” ucapnya.

Hanya saja, menurut Susanto, yang menjadi persoalan adalah masalah kualitas getah karet yang dijual petani belum memenuhi standar permintaan Pabrik.
Hal inilah, yang menjadi kendala, karena harga yang diberikan juga masih bergantung dari kwalitas getah yang dihasilkan para petani
“Terakhir kita cek itu, harga di pabrik sampai Rp16.000 per kilogram, itu yang kadar kering 100 persen. Sementara yang kita jual ini, kadar kering nya baru 40 persen dan 60 persen nya masih kadar basah. Artinya kalau harga kadar kering yang dibutuhkan Pabrik, dibandingkan dengan kadar kering hasil olahan petani, ya wajar saja harga kita lebih murah,” papar Susanto
Oleh karenanya, Kepala Kampung Balok Asa itu berharap agar petani karet bisa lebih memperhatikan kualitas pengolahan getah karet seperti yang diinginkan perusahaan, sehingga mampu meningkatkan harga jual di pasaran.
“Memang yang disarankan pabrik itu, kita tidak boleh merendam bahan olahan karet di Kolam. Jadi diangkat dari tempat penampungan, kemudian di angin-anginkan di lantai bambu, sehingga ada celah untuk air nya keluar. Cuma masyarakat di sini belum terbiasa seperti itu, dan itu yang coba nanti kita cari persamaan persepsi antara Pabrik dengan Masyarakat, sehingga harga jual juga lebih baik,” tandas Susanto mengakhiri keterangannya.
Melki/Re