Catatan Dr. Suriyanto Pd, SH, MH, M.Kn *)
Pidato Calon Presiden Ganjar Pranowo usai pengundian nomor urut di KPU yang menyebut demokrasi belum baik-baik saja, perlu kita cermati.
“Kita melihat bahwa semua orang sedang mengungkapkan kegelisahan mereka. Sebagai masyarakat, kita memiliki tanggung jawab untuk menjaganya. Meskipun demokrasi saat ini sedang menghadapi tantangan,” demikian kata Ganjar.
Ganjar pun lantas mengajak masyarakat untuk mewujudkan demokrasi yang baik.
Pidato singkat yang disampaikan Ganjar Pranowo, mewakili kegelisahan masyarakat, dimana demokrasi kita saat ini sedang tercabik-cabik paska keputusan MK nomor 90, terkait batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres). Putusan MK yang kontroversial ini menunjukkan kemunduran demokrasi dan kemerosotan independensi hakim konstitusi.

Pidato Ganjar tidak sedang menyinggung pihak tertentu. Ganjar hanya berniat mengajak seluruh pihak mengawal pemilihan umum (pemilu) agar berjalan langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil (luber jurdil).
Beberapa data laporan mengenai penurunan kualitas demokrasi di Indonesia terlihat dengan menurunnya peringkat indeks persepsi korupsi, maraknya politik uang dan polarisasi di masyarakat dalam menghadapi pilpres 2024.
Implementasi demokrasi di beberapa negara demokrasi mengalami degradasi, termausk Indonesia.
Kualitas demokrasi di Indonesia mengalami penurunan secara bertahap. Kondisi ini bisa mengakibatkan hilangnya kualitas demokrasi sehingga bisa mengarah pada rezim otoriter.
penegakan hukum tidak mencerminkan keadilan. Ini mengakibatkan demokrasi mengalami kemunduran,” tuturnya.
Hal lain yang menyebabkan mundurnya demokrasi, adalah makin lemahnya institusi politik yang menjadi penopang sistem demokrasi. Penurunan kualitas demokrasi itu bisa dilihat dari hajatan pemilu yang tidak kompetitif, pembatasan partisipasi, lemahnya akuntabilitas pejabat publik, penegakan hukum yang tidak adil, dan sebagainya.
Sinyalemen “pengkhianatan atas demokrasi” mungkin terkesan hiperbolis. Namun, sinyalemen itu harus menjadi bahan refleksi bagi para elite partai politik sebelum rakyat benar-benar murka dan menarik mandat mereka.
Kekuasaan yang diraih calon pemimpin bukanlah cek kosong untuk berbuat semau gua tanpa mengindahkan aspirasi si pemberi mandat. Sudah saatnya para elit secara cerdas membaca aspirasi rakyat, dengan tidak membiarkan drama-drama politik yang dapat menciderai amanat rakyat.
Oleh karena itu, sebagai upaya menjalankan demokrasi yang bebas, adil, dan jujur, penentuan pemimpin harus dilakukan melalui pemilihan umum yang melibatkan penuh asprirasi rakyat, atau kata kuncinya adalah legitimasi, termasuk legitimasi calon pemimpin di mata hukum maupun masyarakat. Dengan kata lain, legitimasi merupakan salah satu tolok ukur apakah prinsip demokrasi dijalankan dengan sebaik-baiknya atau tidak karena legitimasi merupakan representasi dari suara rakyat yang seharusnya dijadikan referensi utama oleh negara dalam menentukan pemimpin.
*) Praktisi Hukum