JAKARTA, SUDUTBERITANEWS.COM – Debat calon presiden yang digelar Komisi Pemilihan Umum [KPU], Minggu 7 Januari 2024 berlangsung sengit. Dalam debat tersebut, calon presiden Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan, meminta Prabowo Subianto membuka data tentang pertahanan.
Anies meminta Prabowo membuka data soal pertahanan tentang belanja alat utama sistem pertahanan [alutsista].
Didesak Anies soal data pertahanan, Prabowo lantas mengajak Anies bertemu di lain kesempatan jika ingin mengetahui data dimaksud. Menurut Prabowo butuh waktu lebih panjang untuk melihat data lengkap.
Terkait jawaban Prabowo, Anies mengaku tidak sepakat. Data pertahanan, kata Anies, perlu diketahui publik, sehingga perlu dijelaskan dalam forum terbuka.
“Ini bukan pribadi. Ini negara policy. Penjelasan ya di sini. Bukan ruang tertutup yang tidak diketahui publik,” kata Anies.
Menanggapi kontroversi soal buka-bukaan data pertahanan, Analis Inteljen Analis intelijen, pertahanan, dan keamanan Ngasiman Djoyonegoro mengungkapkan bahwa di dalam dunia pertahanan keterbukaan data bukan sesuatu yang tabu dan justru dapat dijadikan sebagai strategi untuk memberi gertakan kepada lawan.
“Dalam dunia pertahanan keterbukaan data bukan hal tabu. Bahkan, transparansi dapat dijadikan strategi untuk menimbulkan detterence effect kepada lawan,” kata Ngasiman dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Senin, dikutip strateginews.id dari Antara.
Ngasiman berpandangan, dengan membuka data pertahanan, negara lain atau negara yang dikategorikan sebagai lawan akan berpikir dua kali jika mengetahui senjata yang dimiliki.
Bahkan, lanjut dia, negara-negara adidaya yang memiliki senjata pemusnah massal seperti nuklir, secara terbuka mengumumkan di mana lokasi hulu ledak mereka berada.
“Lawan pasti berpikir dua kali jika mengetahui senjata apa yang kita miliki. Seperti negara pemilik nuklir, bahkan mengumumkan hulu ledak mereka,” ujarnya.
Ngasiman menambahkan, dari sudut pandang masyarakat, transparansi data pertahanan negara akan menimbulkan kepercayaan yang tinggi terhadap pemerintah dan dapat mencegah terjadinya korupsi.
Menurutnya, jika merujuk Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2028 tentang Keterbukaan Informasi Publik, telah dijelaskan bahwa semua informasi publik dinyatakan terbuka dan dapat diakses.
Informasi yang dikecualikan hanya yang bersifat ketat dan terbatas serta melalui mekanisme uji konsekuensi.
“Penentuan informasi dikecualikan harus dilandasi analisis perlindungan kepentingan publik atau kepentingan nasional dan berdasarkan undang-undang,” katanya.
“ Di negara yang menganut sistem demokrasi seperti Indonesia, data pertahanan tidak dapat dinyatakan rahasia secara sembarangan sehingga publik tidak bisa mengakses. Ada data-data tertentu yang di dalam terkandung kepentingan publik yang besar, maka data tersebut harus disampaikan kepada masyarakat,” tuturnya.
Menurut Ngasiman, permintaan dari pasangan calon presiden dalam debat Pilpres 2024 untuk membuka data pertahanan dinilainya bukan sesuatu yang berlebihan dan melanggar UU KIP.
“Saya kira, permintaan pembukaan data terkait capaian Minimum Essential Force bukanlah hal yang berlebihan dan melanggar UU KIP. Termasuk, data anggaran dan alutsista yang kita miliki. Toh, lembaga-lembaga pemeringkat internasional bisa dengan mudah memperoleh data-data tersebut seperti dua lembaga pengindeks yang saya sebut di atas,” ujarnya.
ia pun memaparkan bahwa data yang masuk dalam kategori rahasia adalah data dan informasi terkait strategi, operasi, strategi peperangan, penempatan senjata strategis, dan hal teknis lain yang jika diketahui oleh musuh akan memudahkan untuk melakukan penyerangan dan pelemahan.
“Kenegarawanan capres-capres kita diuji dengan sikap proporsional dalam menerapkan undang-undang, tidak bisa kerahasiaan ditetapkan secara subjektif,” ujarnya.
Sementara, Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafid menegaskan bahwa data pertahanan merupakan informasi yang bersifat rahasia dan memiliki risiko bagi kedaulatan negara jika menyampaikannya secara terbuka di hadapan publik.
“Data pertahanan negara tidak bisa sembarangan dibuka. Sifatnya rahasia negara, confidenti. Hanya bisa dibuka di kalangan tertentu,” kata Meutya dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Senin.
Politikus Partai Golkar itu menekankan hal tersebut untuk merespons permintaan sejumlah calon presiden kepada Menteri Pertahanan yang juga Calon Presiden RI Prabowo Subianto untuk membuka data pertahanan negara pada debat ketiga Pilpres 2024.
Menurut Meutya, para capres yang meminta Prabowo membuka data pertahanan negara di hadapan publik tidak memahami risiko yang akan timbul bagi pertahanan dan kedaulatan negara, apalagi acara debat tersebut disiarkan langsung oleh media sehingga berpotensi menjadi perhatian seluruh dunia.
[Antara/nug/red]