Kutai Barat, SudutBerita News | Sebuah konflik yang memanas terjadi di kampung Tondoh, Kecamatan Mook Manar Bulatn, Kutai Barat. Setelah sebelumnya menolak melaksanakan putusan pengadilan untuk mengembalikan Jabatan Andi Tul Ermiyanti sebagai juru tulis kampung Tondoh, kini ia menolak melakukan voting hasil kesepakatan bersama.
Akhirnya Warga kampung tersebut mendatangi kantor Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kampung (DPMK) Kabupaten Kutai Barat pada Selasa (26/3/2024), menuntut kejelasan terkait proses pemilihan ulang pengurus lembaga kampung.
Berita terkait:
Petinggi Tondoh Lebih Dengar Pengacaranya dari pada Bupati: Bagaimana Babak Selanjutnya..??
Para warga mengungkapkan ketidakpuasan mereka terhadap Petinggi Tondoh, Rendi Saputra, yang enggan melaksanakan keputusan voting untuk pemilihan ulang pengurus Posyandu, Posbindu, dan LPMK, meskipun keputusan itu sudah disepakati dalam mediasi pada 5 Maret lalu.
Yosua Karolus, pengurus posyandu kampung Tondoh, menyatakan bahwa mereka ingin memperoleh kejelasan mengenai penolakan tersebut.
Petinggi Tondoh dituduh tidak konsisten dengan keputusannya sendiri, sedangkan para warga juga menolak sistem penunjukan langsung yang dilakukan oleh petinggi, dengan penggantian pengurus lembaga kampung yang diduga dekat dengan petinggi sendiri. Mereka menegaskan perlunya proses pemilihan yang melibatkan musyawarah mufakat.
“Kami ingin mencari kejelasan karena pak Petinggi mengatakan bahwa tidak perlu voting lagi,” kata Yosua saat dihubungi wartawan, Kamis (28/3/2024).
Baca juga:
Pengurus posyandu lainnya, Hettika, mengatakan, polemik pemberhentian pengurus lembaga kampung dan sejumlah aparat desa secara sepihak itu sudah diketahui oleh pihak kecamatan Mook Manar Bulatn dan DPMK.
Bahkan Kepala DPMK dan Inspektorat sempat datang ke kampung Tondoh, namun hanya bertemu dengan Petinggi Tondoh tanpa melibatkan pengurus lembaga kampung maupun juru tulis kampung yang juga diberhentikan sepihak.
“Kami baru dengar penjelasan hasil pertemuan itu dari BPK. Tapi kami tidak puas, makanya kami datangi langsung pak Kadis hari ini. Karena informasinya bahwa pemilihan pengurus itu tidak ada sistem voting berdasarkan arahan pak Kadis DPMK, sementara keputusan voting itu diambil petinggi sendiri,” ujarnya
Baca juga:
Aswarodi Dilantik Sebagai Penjabat Bupati Lampung Utara: Menandai Awal Baru bagi Pembangunan Wilayah
Pelaku Anirat di Bukit Kemuning Berhasil Ditangkap Setelah Menyerahkan Diri ke Polisi
Hettika menegaskan, para pengurus lama dan warga Tondoh tidak setuju dengan sistem penunjukan langsung yang dilakukan petinggi dan menginginkan dilaksanakan berdasarkan musyawarah. Terlebih, orang-orang yang menggantikan mereka adalah keluarga dekat Petinggi.
”Seperti pengurus posyandu itu bendaharanya istri petinggi, anggotanya ponakan petinggi. Kaur keuangan kampung atau bendahara desa juga adik kandung petinggi. Ini yang membuat warga di sana tidak terima, bukan kami saja,” keluh dia..
Bukan hanya terhadap Sekdes, Hetikka juga mengaku, belasan pengurus lembaga kampung juga diberhentikan dengan Surat Keputusan (SK) yang tumpang tindih.
”Untuk pengurus posyandu itu ada dua SK, itu yang kami pertanyakan. Makanya waktu mediasi diputuskan voting ulang karena memang SK nya juga salah,” jelasnya.
Persoalan yang melilit kampung Tondoh juga SDH sampai kepada Kadis DPMK, dan disarankan untuk kembali melakukan pemilihan ulang.
”Pak Kadis menyarankan untuk voting, meskipun dalam aturan itu tidak ada sistem voting. Karena pemilihan itu bisa juga dilakukan dengan sistem musyawarah,” terang Hettika.
”Kalau memang saat voting itu kami tidak terpilih ya kami lapang dadah,” tegas wanita berusia 26 tahun itu..
Erick Victory, Kepala DPMK Kutai Barat, menyatakan bahwa berdasarkan peraturan yang berlaku (Permendagri Nomor 18 Tahun 2018 tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa dan Lembaga Adat Desa), disebutkan kepengurusan kelembagaan kampung harus dibentuk dengan melibatkan masyarakat dan di-SK kan oleh petinggi. Namun, ia juga meminta Badan Permusyawaratan Kampung (BPK) untuk menginisiasi dan memediasi terkait pemilihan ulang tersebut.
“Adapun teknis penunjukan personel, Petinggi mengangkat berdasarkan kemampuan dan kriteria teknis dan dapat meminta persetujuan masyarakat melalui BPK apabila dirasa perlu,” jelas Erick.
“Kami meminta agar BPK dapat menginisiasi dan memediasi terkait hal ini. Sesuai dengan Permendagri Nomor 110 Tahun 2016 tentang Badan Permusyawaratan Desa yang mana salah satu tugas dan wewenangnya adalah menampung dan menyalurkan aspirasi dan keluhan masyarakat kepada pemerintah kampung,” imbuh Erick.
Baca juga:
Kapolsek Menganti Ungkap Kasus Penjualan Miras Selama Operasi Pekat Semeru 2024
Jalan Nasional di Tengah Kota Rusak: Bupati Kubar Desak Perbaikan atau Serahkan Pada Pemda
Petinggi Tondoh, Rendi Saputra, sebelumnya berjanji untuk menggelar pemilihan ulang pengurus lembaga kampung, namun dalam praktiknya hal tersebut belum dilaksanakan. Ia berdalih bahwa masa jabatan pengurus lembaga tersebut sudah habis, namun warga menduga hal tersebut sebagai upaya untuk mempertahankan kekuasaan.
Konflik ini semakin memanas dengan tuduhan nepotisme yang dialamatkan kepada petinggi karena menempatkan keluarga dekatnya di lembaga-lembaga kampung. Namun, Rendi menyangkal tudingan tersebut dengan alasan bahwa semua warga di kampung Tondoh adalah keluarga.
Sementara warga kampung Tondoh berharap agar petinggi dapat merangkul semua warga tanpa memihak, dan menginginkan adanya keadilan dalam proses pemilihan pengurus lembaga kampung. Konflik ini menandai pertarungan antara kekuasaan dan aspirasi masyarakat dalam sebuah pesta demokrasi di tingkat kampung yang seharusnya menjadi cerminan dari nilai-nilai keadilan dan partisipasi masyarakat.
Paul/Red
Respon (1)