Samarinda, SudutBerita News | Sidang kasus dugaan korupsi dana desa dan bantuan keuangan provinsi di kampung Sirau, Kecamatan Long Hubung, Mahakam Ulu, mendekati tahap penyelesaian setelah Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut empat terdakwa dengan hukuman penjara antara 5 hingga 5,6 tahun. Namun, perhitungan kerugian negara dalam kasus ini menjadi sorotan, terutama setelah penasihat hukum dari terdakwa menyatakan keraguan terhadap validitasnya.
Yahya Tonang, penasihat hukum dari beberapa terdakwa, menyatakan bahwa tuntutan JPU tidak sejalan dengan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan.
Menurutnya, terdapat kebingungan terhadap perhitungan kerugian negara, terutama karena sebagian pengembalian uang dan aset-aset yang disita tidak dimasukkan dalam perhitungan tersebut.
Meskipun para saksi dan terdakwa mengklaim telah mengembalikan sebagian uang sekitar 6 (enam) bulan sebelum perhitungan oleh BPKP, namun hanya sejumlah Rp 459.405.000 yang tercatat oleh penyidik, sedangkan aset seperti gedung, sepeda motor, dan tanah tidak dihitung sebagai pengembalian kerugian negara.
“Lebih parahnya uang dan barang dari para saksi dan terdakwa tersebut tidak tercatat oleh tim BPKP saat melakukan penghitungan sekitar bulan Mei 2023. Padahal ini wajib untuk validitas nilai real kerugian keuangan negara yang kemudian akan diajukan dalam berkas dakwaan di muka persidangan,” terangnya.
Menurut Pengacara kelahiran Lambing, Kecamatan Muara Lawa, Kutai Barat itu, penghitungan nilai aset tersebut oleh jasa penilaian publik atau tim apraisal seharusnya dilakukan untuk mengurangi nilai kerugian negara, tetapi hasilnya tidak dilaporkan oleh penyidik kepolisian dan JPU sampai persidangan berakhir.
Berita terkait:
Jaksa Tuntut Empat Terdakwa Korupsi Dana Desa Kampung Sirau 5 Tahun Penjara
Atas dasar itu Tonang menganggap perhitungan keuangan negara yang disampaikan JPU tidak jelas.
Tonang menegaskan bahwa dalam kasus korupsi, perhitungan kerugian negara haruslah nyata dan valid, bukan hanya perkiraan. Namun, hingga saat ini, tidak ada bukti yang memadai untuk mendukung perhitungan yang diajukan oleh JPU.
“Pertanyaannya adalah bagaimana jika ternyata kerugian Negara itu telah dikembalikan keseluruhan atau malah berlebihan? Tentunya tidak ada pidana,” ucap Tonang menegaskan.
Sebagai respons atas hal ini, tim penasihat hukum akan menyusun Nota Pembelaan yang komprehensif, sebagai bahan pertimbangan bagi hakim. Mereka akan menyajikan argumen-argumen yang kuat dengan harapan para terdakwa dapat dibebaskan dari tuduhan yang diarahkan kepada mereka.
Baca juga:
Tim Tipikor Polres Kutai Barat Sita Aset Dugaan Tipikor DD Kampung Sirau Mahulu
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut empat terdakwa kasus dugaan korupsi dana desa di kampung Sirau, Kecamatan Long Hubung, Mahakam Ulu (Mahulu), dengan hukuman antara 5 sampai 5,6 tahun penjara. Terdakwa terdiri dari kepala kampung, sekretaris, ketua Tim Pelaksana Kegiatan (TPK), dan bendahara kampung.
Meski tuntutan JPU hampir identik, terdapat perbedaan sedikit dalam hukuman yang dijatuhkan. Markus Busang, ketua TPK, dituntut 5 tahun penjara serta denda Rp 250 juta, subsider 3 bulan kurungan. Sementara bendahara, Beno Daud Tingang, dihukum 5 tahun 6 bulan penjara dengan denda yang sama, subsider 6 bulan kurungan.
Tuntutan hukuman yang serupa diberlakukan terhadap Yulianus Hurang dengan hukuman 5 tahun 6 bulan penjara, dan untuk Onis Imus dengan hukuman 5 tahun penjara. Selain itu, keduanya juga diwajibkan membayar denda, dengan Yulianus Hurang diharuskan membayar Rp 250 juta atau menghadapi kurungan badan selama 6 bulan, dan Onis Imus Rp 250 juta atau kurungan badan selama 3 bulan.
Baca juga:
Khusus untuk terdakwa Yulianus Hurang, JPU memerintahkan pembayaran uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 978 juta. Setelah dikurangi dengan jumlah yang sudah dikembalikan atau disita sebesar Rp 459 juta, maka sisa kerugian keuangan negara yang belum terbayarkan adalah sebesar Rp 519 juta lebih.
Jika dalam satu bulan setelah keputusan pengadilan berkekuatan hukum tetap belum dibayarkan, harta bendanya akan disita dan dilelang. JPU juga menyatakan bahwa jika terdakwa tidak memiliki harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut, maka akan dipidana selama 2 tahun 8 bulan penjara.
Dengan demikian seiring kasus ini memasuki tahap penyelesaian, ketidakpastian terkait perhitungan kerugian negara menjadi fokus perhatian, memunculkan pertanyaan tentang keadilan dan transparansi dalam penegakan hukum terkait korupsi.
Paul/Red
Respon (4)