Samarinda, SudutBerita News | Sidang kasus dugaan korupsi dana desa dan bantuan keuangan provinsi di Kampung Sirau, Kecamatan Long Hubung, Kabupaten Mahakam Ulu, memasuki babak baru dengan pembacaan pledoi dari kuasa hukum para terdakwa. Selasa, 14/5/2023
Pada sidang sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah membacakan tuntutannya di Pengadilan Negeri Samarinda, Selasa (30/4/2024). JPU menjatuhkan tuntutan antara 5 sampai 5,6 tahun penjara kepada empat terdakwa: Markus Busang dan Onis Imus masing-masing dituntut 5 tahun penjara, sedangkan Yulianus Hurang dan Beno Daud Tingang dijatuhi hukuman 5 tahun 6 bulan kurungan.
Keempat terdakwa juga dikenai pidana denda sebesar Rp 250 juta yang bisa diganti dengan kurungan badan 3-6 bulan penjara. Hukuman tambahan diberikan kepada mantan kepala kampung Sirau, Yulianus Hurang, yang diwajibkan membayar sisa kerugian keuangan negara sebesar Rp 519 juta dari total Rp 978 juta.
“Jika tidak membayar dalam waktu satu bulan setelah keputusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya akan disita dan dilelang,” tegas Nur Handayani, JPU dari Kejaksaan Negeri Kutai Barat.
Baca berita terkait:
Sidang Terhadap 4 Terdakwa Kasus Korupsi Dana Desa Kampung Sirau Mahakam Ulu: Ini Pledoi Kuasa Hukum
Tuntutan Jaksa dalam Kasus Korupsi Kampung Sirau Mahulu, Dipertanyakan oleh PH. Yahya Tonang
Jaksa Tuntut Empat Terdakwa Korupsi Dana Desa Kampung Sirau 5 Tahun Penjara
Menanggapi tuntutan tersebut, Yahya Tonang, penasihat hukum para terdakwa, membacakan pledoi mereka. Yahya menyatakan bahwa ada ketidakadilan dalam penetapan tersangka oleh penyidik dan penuntut umum, yang menurutnya terkesan apatis sejak awal penyidikan.
Dia juga menyoroti fakta bahwa beberapa saksi yang sebenarnya berpotensi sebagai pelaku tidak ditetapkan sebagai tersangka.
“Ini menunjukkan sikap penyidikan yang tidak profesional. Perlu ada evaluasi kinerja penyidik agar kualitas penyidikan dan penuntutan tidak dinilai buruk di mata masyarakat,” ujar Yahya Tonang.
Dalam pledoinya, Pengacara yang dijuluki Mr. Beruk Kalimantan itu mempertanyakan objek sitaan berupa uang dan barang yang tidak diperlihatkan dalam sidang pengadilan.
Menurutnya, uang tersebut mestinya ditampilkan di depan persidangan untuk memastikan keamanannya.
Atau, setidaknya diperlihatkan bukti penyetoran uang ke Kas Daerah,
Baca juga:
Tim Tipikor Polres Kutai Barat Sita Aset Dugaan Tipikor DD Kampung Sirau Mahulu
Namun sayangnya Penuntut Umum dalam persidangan hanya mampu menampilkan bukti tanda terima uang dari para Terdakwa berupa gambar/foto padahal menurut hukum pembuktian hal itu hanya demontratif evidens dan tidak mampu menjelaskan dimana uang bukti tersebut disimpan selama waktu hampir satu tahun sejak penyidikan dimulai, apakah didalam brangkas? Rekening Bank Kejaksaan? Atau justru diharapkan sudah masuk ke Kas Daerah?
Hal tersebut dianggap penting agar masyarakat khususnya para saksi dan Terdakwa tau bahwa uang pengembalian yang tidak tercatat oleh Tim BPKP Provinsi Kalimantan Timur sebagai pengurangan kerugian Negara itu aman hingga saat ini.
Dia juga menekankan bahwa proyek yang didanai oleh Alokasi Dana Desa (ADD) dan Dana Desa (DD) di Kampung Sirau telah terlaksana dengan baik tanpa proyek fiktif, dan manfaatnya telah dirasakan oleh masyarakat.
Yahya Tonang menyampaikan bahwa, meski begitu, dia tetap menghargai langkah Kejaksaan Negeri Kutai Barat yang patuh pada himbauan Kepala Kejaksaan Agung RI agar penyidikan terhadap kepala desa dilakukan secara hati-hati dan seobjektif mungkin.
Baca juga:
Satlantas Polres Gresik Gelar Ruwatan Lantas di Sekolah untuk Cegah Kecelakaan
Satu Lagi, Pelaku Curanmor Diringkus Polsek Kotabumi Kota Polres Lampung Utara
Dalam persidangan, telah dihadirkan sejumlah saksi a charge dan Ahli Pidana dari Penuntut Umum, dapat disimpulkan secara singkat keterangan para saksi menyatakan bahwa pembangunan di Kampung Sirau menjadi terhenti pasca kejadian ini karena tidak ada yang berani menjalankan proyek. Namun, mereka juga mengakui bahwa tidak ada pekerjaan yang fiktif dan semua proyek telah selesai dengan baik.
Saksi Wari, di bawah sumpah, menjelaskan bahwa setelah kejadian ini, pembangunan di Kampung Sirau terhenti karena tidak ada yang berani melanjutkan proyek.
Selanjutnya, Saksi Andreas, menyatakan bahwa dia mengetahui kejadian tersebut setelah berada di kantor polsek, dan menambahkan bahwa pembangunan di Kampung Sirau terhenti karena tidak ada yang berani melanjutkan proyek.
Sementara Saksi Antonius Bilung, di bawah sumpah, menyatakan bahwa dia menjabat sebagai ketua RT dan disuruh mengerjakan proyek pembuatan pagar. Dia juga mengaku pernah mengembalikan uang sebesar Rp 2.155.000 ke polisi.
Antonius menjelaskan bahwa biaya operasional tidak dianggarkan dalam RAB, dan perjalanan ke Kampung Sirau dari Datah Bilang memakan waktu 4 malam. Harga RAB lebih tinggi dari harga pasar disebabkan oleh kondisi geografis yang sulit dijangkau.
Semua pekerjaan selesai dan tidak ada yang fiktif, dan uang kelebihan dikembalikan dengan tanda terima. Pasca kejadian ini, pembangunan di Kampung Sirau terhenti karena tidak ada yang berani melanjutkan proyek.
Sedangkan Saksi Petrus Liq, di bawah sumpah, menerangkan bahwa memang ada kemajuan di Kampung Sirau saat proyek dikerjakan oleh para terdakwa dan saksi.
Saksi Daruji, di bawah janji, menerangkan bahwa Tim Verifikasi dari kecamatan tidak melakukan pemeriksaan. Dia juga menyatakan bahwa setelah adanya pembangunan, Kampung Sirau menjadi lebih baik.
Banyak kampung menjadi berhati-hati setelah mendengar masalah di Kampung Sirau. Memang ada kemajuan di Kampung Sirau saat proyek dikerjakan oleh para terdakwa dan saksi.
Kemudian, Saksi Yohanes Belawan, menyatakan bahwa belum ada monitoring dan evaluasi ke Kampung Sirau saat dia di Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Kampung.
Baca juga:
Fauziyah Novita: Tim Kurator Bekerja Maksimal Agar PT. Hitakara Tidak Jatuh Pailit
Di akhir pledoinya, Yahya Tonang memohon kepada majelis hakim agar mempertimbangkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan dan membebaskan para terdakwa dari segala dakwaan. Menurutnya, tindakan para terdakwa tidak memenuhi unsur tindak pidana korupsi karena tidak ada niat jahat dan tidak ada kerugian negara yang disengaja.
“Penasihat hukum tetap memohon agar para terdakwa dibebaskan dari unsur pidana sebagaimana yang didakwakan dalam Dakwaan Tunggal tersebut, dan alasannya sebagian telah Penasihat Hukum sampaikan secara komprehensif diatas.” tandas Yahya Tonang
Sidang lanjutan akan digelar untuk mendengarkan tanggapan JPU terhadap pledoi ini sebelum majelis hakim memutuskan perkara ini. Semua pihak berharap agar keadilan ditegakkan dengan seadil-adilnya.
Paul/Red
Respon (3)