Surabaya, SudutBerita News | Konflik antara warga Perumahan Darmo Hill Surabaya dengan PT. Dharma Bhakti Adijaya, pengembang perumahan tersebut, semakin memanas. Setelah warga memasang portal elektronik, langkah ini ditentang keras oleh pihak developer, memicu adu mulut antara kedua belah pihak dan anggota Komisi A DPRD Kota Surabaya, Josiah Michael, pada Senin (20/5/2024).
Keesokan harinya, Selasa (21/5/2024), Direktur pengembang Darmo Hill, Prasetyo Kartika, memerintahkan parkir dua unit kendaraan operasional PT. Dharma Bhakti Adijaya di depan portal elektronik, menghalangi pengoperasiannya. Selain itu, ada upaya dari oknum yang mengaku satpol PP Pemkot untuk menurunkan poster protes warga, yang ditolak tegas oleh security perumahan.
Pengacara warga, Tito S.H., mempertanyakan sikap Pemkot yang terkesan memihak kepada PT. Dharma Bhakti Adijaya. Menurut Tito, sesuai hasil hearing pada 21 Mei 2024, Komisi A DPRD Kota Surabaya meminta kedua belah pihak menyelesaikan masalah secara damai dan mencegah disharmoni.
Warga Darmo Hill mengacu pada Peraturan Menteri PUPR No.10 Tahun 2010, yang menyatakan PT. Dharma Bhakti Adijaya tidak memiliki legal standing dalam mengelola lingkungan perumahan tanpa persetujuan warga. Meski developer berpegang pada keputusan MA yang memenangkan gugatan terhadap mantan pengurus RT.04, keputusan ini tidak bisa memaksa warga untuk tunduk.
Josiah Michael menegaskan, jika developer ingin mengelola PSU (Prasarana, Sarana, dan Utilitas), harus mendapat persetujuan warga dan PSU belum diserahkan ke Pemkot. Ketua Komisi A, Arif Fathoni S.H., dan ahli hukum lainnya menegaskan hak warga untuk mengelola lingkungan perumahan setelah PSU diserahkan.
Keanehan muncul dari Kepala BPKAD, Wiwiek Widayati, yang menyatakan PT. Dharma Bhakti Adijaya mengajukan pengelolaan lingkungan setelah PSU diserahkan pada Februari 2024. Padahal, warga sudah lebih dulu mengajukan pengelolaan mandiri sejak September 2023, namun tidak ditanggapi.
Warga mempertanyakan keberpihakan Pemkot dan Walikota Eri Cahyadi, mengingat laporan penyerobotan tanah fasum oleh developer tidak ditindaklanjuti secara hukum. Fakta di lapangan menunjukkan 205 warga dari 250 pemilik rumah mendukung pengelolaan lingkungan secara mandiri dan menolak membayar Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL) ke developer.
Selama 20 tahun, warga menilai developer tidak memenuhi janji membangun fasilitas, kecuali lapangan tenis yang kini dibongkar dan diduga dikavling untuk dijual. Warga berhak mengelola fasilitas umum yang telah diserahkan ke Pemkot untuk kepentingan bersama.
Tim media akan terus mengonfirmasi pihak-pihak terkait guna mengungkap permasalahan ini lebih lanjut.
Redho/Red
Respon (1)