Sidoarjo, SudutBerita News | Dalam langkah tegas yang belum pernah terjadi sebelumnya, warga Pagerwojo, Kecamatan Buduran, Sidoarjo, menggelar aksi perlawanan terhadap Pondok Pesantren (Ponpes) Al Mahdiy. Mereka memasang puluhan spanduk protes di sekitar area ponpes, terutama di sepanjang jalan menuju makam ulama terkenal KH. Ali Mas’ud (Mbah Ud) pada Kamis (20/6/2024).
Warga menilai Ponpes Al Mahdiy tidak memenuhi harapan mereka. Alih-alih menjadi tempat yang tenang dan mendidik, ponpes tersebut justru dianggap mengganggu ketenteraman warga.
Ketua Aliansi Arek Sidoarjo (Alas), Hendy Wahyudianto, menjelaskan bahwa pemasangan spanduk adalah bentuk perlawanan warga terhadap aktivitas ponpes yang dianggap menyimpang dari nilai-nilai pesantren pada umumnya.
“Kegiatan hari ini adalah bentuk perlawanan kepada pondok pesantren yang aktivitasnya tidak sesuai dengan layaknya pesantren. Saya dipercaya warga untuk mendampingi pengaduan terkait pondok pesantren yang meresahkan ini,” kata Hendy kepada media di lokasi pemasangan spanduk.
Hendy mengungkapkan bahwa mediasi dengan pengelola ponpes di balai desa pada tahun 2022 tidak membuahkan hasil. Persoalan ini semakin meruncing hingga warga mengirim surat ke berbagai instansi terkait untuk memfasilitasi pertemuan dan mendengar tuntutan mereka.
Berikut adalah tuntutan warga Pagerwojo terhadap Ponpes Al Mahdiy:
1. Penutupan Ponpes Al Mahdiy karena kebisingan dari speaker yang dinyalakan setiap hari dengan volume yang tidak wajar.
2. Kurangnya koordinasi dengan warga atau pengurus RT/RW saat mengadakan kegiatan yang menutup jalan.
3. Dugaan bahwa bangunan ponpes tidak memiliki izin mendirikan bangunan (IMB) dan memakan lahan irigasi.
4. Dugaan tindak asusila oleh pengurus yayasan terhadap santriwati di bawah umur yang telah dilaporkan ke Polresta Sidoarjo enam bulan lalu namun belum ada kejelasan hukum.
5. Penggunaan foto ulama (KH Ali Mas’ud) untuk keuntungan pribadi.
6. Dugaan pencurian oleh santri Ponpes Al Mahdiy yang meresahkan warga dan peziarah makam KH Ali Mas’ud.
Ketua RT 20, Budi Setiawan, menyatakan keprihatinannya.
“Sebagai ketua RT, saya hanya ingin wilayah saya kondusif. Kami tidak menolak keberadaan pondok pesantren, tetapi jika kehadirannya justru membuat tidak kondusif dengan berbagai persoalan, apalagi sampai ada perbuatan asusila, ini yang patut kami pertanyakan,” tegasnya.
Menanggapi aksi ini, pimpinan Yayasan Ponpes Al Mahdiy, Hidayatullah Fuad Basy’ban, hanya memberikan jawaban singkat.
“Saya tidak tahu dan apa yang harus saya jelaskan. Latar belakangnya apa akan saya pelajari,” cetusnya.
Sementara itu, orang tua salah satu korban asusila berharap agar keadilan ditegakkan.
“Anak saya mengalami depresi. Ponpes Al Mahdiy harus ditutup, kasihan yang lain semua pada kabur,” keluhnya.
(Redho/Red)