Surabaya, SudutBerita News | Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, S.I.K., diminta memberikan klarifikasi mengenai perbedaan antara jalur HAR (kuota khusus) dan jalur Reguler dalam penerimaan Calon Taruna Akademi Kepolisian (Akpol) tahun anggaran 2024.
Kebingungan masyarakat timbul akibat kasus calon siswa (Casis) yang dinyatakan “Lulus Tidak Terpilih” tetapi masih bisa melanjutkan ke tahap tes berikutnya.
Didi Sungkono, S.H., M.H., seorang pengamat kepolisian dan Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Rastra Justitia, menyoroti masalah ini dalam wawancara pada Jumat (21/6) malam.
Menurutnya, ketidakjelasan ini merusak prinsip BETAH (Bersih, Transparan, Akuntabel, dan Humanis) yang diusung oleh Polri.
“Dimana letak transparannya? Letak akuntabelnya?” tanyanya retoris.
Ia mengungkapkan bahwa perengkingan Casis Akpol yang dinyatakan lulus tidak terpilih namun tetap bisa mengikuti ujian tahap lanjut menciptakan asumsi negatif di kalangan masyarakat.
Didi menekankan pentingnya penjelasan yang transparan dari pihak kepolisian mengenai mekanisme jalur HAR agar tidak ada kesalahpahaman.
Ia mengkritik kurangnya informasi yang diberikan oleh Humas Polda Jawa Timur dan menyebutkan bahwa jawaban yang diberikan selalu mengarah pada hak prerogatif Kapolri.
Jalur penerimaan Kepolisian Akpol yang akan mencetak calon-calon jenderal Polri kedepan, dimasa 25 Tahun yang akan datang sarat diwarnai patgulipat, “Mafia” terselubung, tidak transparan dan terkesan akal-akalan,” ujar Didi Sungkono.
“kalau itu melalui jalur HAR (penghargaan) kuota khusus ya disampaikan apa adanya,” lanjutnya.
“Ini harus diterangkan ke masyarakat secara transparan agar tidak menjadi bola liar,” tegas Didi.
Ia juga menyoroti isu dugaan keterlibatan oknum-oknum tertentu yang memanfaatkan jalur HAR untuk keuntungan pribadi.
“Gimana Pak Kapolri?. Harusnya lebih transparan disampaikan apa adanya, bukan hanya lips service saja. Apa itu BETAH?. Apa itu terbuka?. Malah ada Casis yang perengkingan nomor 80 tiba-tiba ikut masuk lagi. Ada yang perengkingan nomornya diatas 150-an ya namanya masuk lagi,” heran Didi.
“Fungsi kualitas filternya bagaimana?. Polri harus transparan menyampaikan kepada masyarakat bukan malah diam. Bukan malah tidak mau tahu dan terkesan melindungi oknum-oknum yang berkepentingan,” tegas Didi.
Menurut Didi, jalur penerimaan Akpol perlu dievaluasi secara mendalam untuk memastikan keadilan dan transparansi, terutama dalam konteks mencetak calon-calon jenderal Polri masa depan.
“Kita berharap Kepolisian Republik Indonesia lebih terbuka dan transparan terkait pendaftaran Casis Akpol dan jalur HAR yang banyak dikeluhkan oleh masyarakat,” pungkasnya.
Redho Fitriyadi/red