Oleh: Andhika Wahyudiono*
Harga eceran tertinggi (HET) beras dihadapkan pada tantangan untuk kembali turun setelah mengalami kenaikan. Kebijakan pemerintah yang menaikkan HET beras premium dan beras medium beberapa waktu lalu telah menimbulkan perdebatan terkait kemungkinan penurunan harga. Menurut Direktur Utama Perum Bulog, Bayu Krisnamurthi, sulit untuk mengembalikan HET beras ke level penurunan karena keadaan pasokan dan permintaan yang sulit diprediksi.
Saat ini, HET beras premium berada di angka Rp14.900 per kilogram, sedangkan beras medium di Rp12.500 per kilogram. Dengan harga tersebut, prospek penurunan HET beras menjadi pertanyaan, terutama jika pasokan beras di Indonesia cukup melimpah. Bayu Krisnamurthi memperkirakan bahwa penurunan harga mungkin sulit terjadi kecuali terjadi peningkatan signifikan dalam produksi beras.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa neraca produksi dan konsumsi beras nasional pada Juni 2024 diprediksi mengalami defisit setelah beberapa bulan sebelumnya mengalami surplus. Situasi ini menuntut pemerintah untuk meningkatkan serapan gabah atau beras guna memperkuat cadangan beras pemerintah (CBP).
Meskipun demikian, stok CBP yang dimiliki pemerintah saat ini mencapai 1,85 juta ton untuk beras. Bayu Krisnamurthi mengungkapkan bahwa stok CBP ini mungkin akan sedikit menurun dalam beberapa minggu ke depan karena adanya program bantuan pangan yang akan disalurkan.
Permasalahan HET beras bukan hanya sekadar masalah ekonomi, tetapi juga berkaitan erat dengan ketersediaan pangan bagi masyarakat. Kenaikan harga beras bisa berdampak langsung pada daya beli dan kesejahteraan masyarakat, terutama mereka yang berpenghasilan rendah.
Penurunan HET beras menjadi kebutuhan yang mendesak mengingat beras merupakan komoditas pokok yang sangat vital bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, langkah-langkah konkret perlu segera diambil untuk memastikan ketersediaan beras yang memadai dengan harga yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat.
Pemerintah perlu melakukan evaluasi mendalam terhadap kebijakan harga beras saat ini dan mempertimbangkan kembali langkah-langkah yang akan diambil ke depannya. Kebijakan yang dibuat haruslah sejalan dengan kondisi riil pasar dan kebutuhan masyarakat.
Selain itu, diperlukan sinergi antara pemerintah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seperti Bulog, dan sektor swasta dalam mengatasi masalah ketersediaan dan harga beras. Kolaborasi yang kuat antara berbagai pihak menjadi kunci dalam menyelesaikan masalah ini.
Melalui dialog terbuka antara pemerintah, Bulog, pelaku usaha, dan masyarakat, dapat ditemukan solusi-solusi baru yang inovatif dan berkelanjutan. Proses dialog ini memungkinkan berbagai pihak untuk berkolaborasi dan menciptakan sistem yang lebih stabil dalam menjaga ketersediaan dan harga beras. Kolaborasi antara sektor publik dan swasta serta partisipasi masyarakat menjadi kunci dalam menciptakan solusi yang efektif dalam penyelesaian masalah ketersediaan dan harga beras.
Pentingnya dialog terbuka antara berbagai pihak terkait dalam menangani masalah ketersediaan dan harga beras tidak dapat dipandang sebelah mata. Melalui dialog, setiap pihak dapat menyampaikan pandangan, ide, dan masukan untuk mencari solusi yang terbaik. Hal ini membuka ruang bagi terciptanya keputusan yang lebih inklusif dan berkelanjutan dalam menangani masalah tersebut.
Keterlibatan Bulog sebagai Badan Usaha Milik Negara yang bertanggung jawab atas pengelolaan beras menjadi penting dalam proses dialog ini. Bulog memiliki peran strategis dalam menjaga stabilitas pasokan dan harga beras di pasar. Dengan dialog terbuka, Bulog dapat memperoleh masukan dan dukungan dari berbagai pihak untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensinya.
Pelaku usaha juga memiliki peran yang signifikan dalam proses dialog ini. Dengan pengalaman dan pengetahuannya dalam ranah bisnis, pelaku usaha dapat memberikan kontribusi berharga dalam mencari solusi-solusi yang praktis dan berkelanjutan. Partisipasi mereka dalam dialog membantu memastikan keberhasilan implementasi solusi yang dihasilkan.
Partisipasi aktif dari masyarakat juga merupakan elemen kunci dalam proses dialog ini. Masyarakat sebagai konsumen beras memiliki pengalaman langsung dengan permasalahan ketersediaan dan harga beras. Melalui partisipasi dalam dialog, suara mereka dapat didengar dan dipertimbangkan dalam pembuatan keputusan.
Dalam menciptakan solusi yang inovatif dan berkelanjutan, diperlukan komitmen dari semua pihak terkait untuk bekerja sama secara sinergis. Kerjasama antara pemerintah, Bulog, pelaku usaha, dan masyarakat menjadi fondasi utama dalam merancang dan mengimplementasikan solusi yang efektif.
Solusi-solusi yang dihasilkan dari proses dialog ini haruslah mampu mengatasi tantangan-tantangan yang kompleks dan beragam terkait dengan ketersediaan dan harga beras. Hal ini membutuhkan pendekatan yang holistik dan terintegrasi yang memperhitungkan berbagai faktor dan kepentingan yang terlibat.
Selain itu, solusi-solusi yang dihasilkan juga perlu memperhatikan aspek keberlanjutan dalam jangka panjang. Pembangunan sistem yang berkelanjutan akan membantu menjaga stabilitas dan ketersediaan beras tidak hanya untuk saat ini, tetapi juga untuk generasi mendatang.
Keberhasilan dari dialog dan kerja sama antara pemerintah, Bulog, pelaku usaha, dan masyarakat dapat diukur dari implementasi solusi-solusi yang dihasilkan. Langkah-langkah konkret dan efektif dalam penanganan masalah ketersediaan dan harga beras akan menjadi bukti nyata dari kesuksesan kerja sama ini.
Kesimpulan dari proses dialog ini adalah bahwa kolaborasi antara berbagai pihak terkait memiliki potensi besar untuk menciptakan perubahan positif dalam penanganan masalah ketersediaan dan harga beras. Dengan komitmen yang kuat dan kerja sama yang berkelanjutan, diharapkan dapat diciptakan sistem yang lebih adil dan berkelanjutan bagi seluruh masyarakat.
*) Dosen UNTAG Banyuwangi