JAKARTA – Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia (HAM), Dhahana Putra, menyatakan keprihatinannya terkait kebijakan yang tidak memberikan opsi penggunaan jilbab atau hijab bagi anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka).
Kebijakan ini tertuang dalam Surat Keputusan Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Nomor 35 Tahun 2024, yang telah memicu keresahan publik.
Dhahana menyebut, kebijakan ini menyebabkan tujuh anggota Paskibraka putri secara sukarela melepas hijab mereka saat pengukuhan.
“Keputusan ini menimbulkan pertanyaan di kalangan masyarakat, mengapa seragam Paskibraka tidak memperbolehkan penggunaan hijab,” ungkapnya.
Ia juga menambahkan bahwa berbagai pihak telah menghubungi Kementerian HAM untuk mempertanyakan alasan di balik pelarangan tersebut, terutama mengingat bahwa di tahun-tahun sebelumnya, hijab bukanlah masalah dalam seragam Paskibraka.
“Kami percaya kebijakan semacam ini perlu dipertimbangkan kembali agar tidak memunculkan asumsi negatif dari masyarakat terhadap pelaksanaan pengibaran bendera pada 17 Agustus mendatang,” kata Dhahana.
Lebih lanjut, Dhahana menegaskan bahwa penggunaan jilbab dalam upacara pengibaran bendera di Ibu Kota Negara (IKN) seharusnya tidak bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Sebaliknya, menurutnya, hal tersebut justru mencerminkan semangat Bhinneka Tunggal Ika yang menjadi landasan kehidupan berbangsa.
Ia juga mengingatkan bahwa diperbolehkannya penggunaan hijab oleh anggota Paskibraka di masa lalu adalah contoh penerapan hak asasi manusia, khususnya hak-hak perempuan. “Indonesia telah meratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) sejak empat dekade lalu. Sebagai negara pihak, pemerintah berkomitmen untuk menghapus praktik-praktik diskriminatif terhadap perempuan,” jelasnya.
Dhahana optimis bahwa polemik ini akan direspon secara bijaksana oleh BPIP. “Kami yakin Kepala BPIP akan mendengarkan kekhawatiran publik dan mempertimbangkan ulang kebijakan ini,” tutupnya.
Redho/red