Kutai Barat – Pemerintah Kabupaten Kutai Barat (Pemkab Kubar) akhirnya mengambil langkah tegas dengan menutup dua pelabuhan yang diduga digunakan untuk aktivitas ilegal di wilayahnya. Penutupan dilakukan di Pelabuhan Royok (Sekolaq Odai) di Kecamatan Sekolaq Darat dan Pelabuhan Jelemuq di Kecamatan Tering pada Jumat (20/9/2024).
Langkah ini diambil setelah adanya indikasi kuat bahwa kedua pelabuhan tersebut dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu tanpa izin resmi dari pemerintah daerah. Padahal, tanah yang digunakan merupakan aset Pemkab Kutai Barat.
PT. Perusda Witeltram, yang merupakan perusahaan daerah milik Pemkab Kubar, sempat mengajukan izin penggunaan lokasi pelabuhan melalui Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD), namun permintaan ini tidak mendapat restu dari BKAD.
Asisten II Setkab Kubar, Rahmad, menyatakan bahwa area yang ditutup adalah milik Pemkab dan harus digunakan sesuai ketentuan yang berlaku.
“Agenda hari ini adalah penutupan bersama tim. Nanti bisa dijelaskan lebih rinci oleh BKAD. Kami berharap tidak ada lagi aktivitas di area tanah Pemkab. Ini bukan hanya berlaku di sini, nanti Senin akan bergeser ke Pelabuhan Jelemuq,” tegas Rahmad saat diwawancarai wartawan.
Berita terkait:
Asisten II Setkab Kubar, Rahmad, menyatakan bahwa area yang ditutup adalah milik Pemkab dan harus digunakan sesuai ketentuan yang berlaku.
“Agenda hari ini adalah penutupan bersama tim. Nanti bisa dijelaskan lebih rinci oleh BKAD. Kami berharap tidak ada lagi aktivitas di area tanah Pemkab. Ini bukan hanya berlaku di sini, nanti Senin akan bergeser ke Pelabuhan Jelemuq,” tegas Rahmad saat diwawancarai wartawan.
Kepala BKAD Kutai Barat, Petrus, menjelaskan bahwa meski pihak Perusda sempat mengajukan izin, BKAD tetap menolak karena syarat yang diajukan tidak jelas.
“Mereka pernah meminta izin, tapi kami tidak pernah memberikan karena pemberian izin harus jelas, permintaan jelas, asal usulnya jelas. Itu tidak terpenuhi, oleh sebab itu sampai detik ini kami tidak pernah berikan izin,” terang Petrus.
Terkait sanksi bagi pihak yang menggunakan aset tanpa izin, Petrus menambahkan bahwa BKAD hanya memiliki kewenangan untuk menutup akses dan tidak ada sanksi lebih lanjut dalam aturan penggunaan barang milik daerah.
“Untuk dampak pidana atau perdata, itu bukan ranah BKAD,” tegasnya.
Baca juga;
Petrus juga meminta agar pihak yang pernah menggunakan area tersebut untuk segera membersihkan bangunan yang ada dan memperbaiki pagar yang rusak.
“Kembalikan seperti semula, sebelum digunakan,” tambahnya.
Di lokasi, Pemkab Kubar telah memasang pemberitahuan yang menegaskan bahwa tanah tersebut adalah milik Pemkab Kutai Barat dan belum ada izin pemanfaatan aset yang diberikan.
Seluruh aktivitas di area pelabuhan wajib dihentikan sejak 20 September 2024. Pemkab Kubar juga menegaskan bahwa mereka tidak bertanggung jawab atas aktivitas ilegal apapun yang terjadi di area tersebut.
Baca juga:
Penutupan ini dipimpin langsung oleh Asisten II Setkab Kubar, Rahmad, bersama 40 personel Satpol PP, dua personel Dinas Lingkungan Hidup, lima personel Inspektorat, dua personel Dishub, dan 15 personel BKAD.
Mengapa Izin Ditolak? Penolakan BKAD terhadap izin penggunaan pelabuhan oleh Perusda Witeltram menjadi perhatian publik. Apakah ini murni soal prosedur, atau ada kepentingan lain yang bermain di belakang layar? Meski belum ada bukti jelas, kasus ini menunjukkan bahwa pengawasan terhadap aset daerah harus lebih ketat. Jika tidak, aset yang seharusnya digunakan untuk kepentingan masyarakat bisa saja dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk kegiatan yang melanggar hukum.
Masyarakat berharap Pemkab Kubar bisa lebih transparan dalam penanganan kasus ini, termasuk menindak tegas pihak-pihak yang terbukti melakukan penyalahgunaan aset daerah. Jika penutupan ini hanya sebatas tindakan administratif tanpa tindak lanjut, maka dikhawatirkan aktivitas ilegal akan terus berulang dengan modus yang lebih canggih.
Kris/red
Respon (2)