Kutai Barat – Isu mengenai Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) Kabupaten Kutai Barat (Kubar) yang mencapai Rp 4,9 triliun telah tersebar di media sosial. Namun, Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Kubar, Petrus, menegaskan bahwa informasi tersebut adalah hoax.
Dalam sebuah pernyataan kepada awak media, Petrus menjelaskan bahwa surat yang mengatasnamakan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI dan memuat informasi terkait SiLPA tersebut tidak benar.
“Berdasarkan klarifikasi langsung dengan BPK RI Perwakilan Kalimantan Timur, mereka menegaskan tidak pernah menerbitkan surat yang ditandatangani oleh seseorang bernama Fitra Infitar. Jadi, surat tersebut jelas palsu,” ujar Petrus didampingi oleh Sekretaris BKAD Kubar, Lesmana Daniel, pada Senin (14/10/2024).
Berita terkait:
Petrus mengakui bahwa meskipun angka SiLPA yang disebutkan dalam surat palsu tersebut serupa dengan data resmi yang dikeluarkan BPK RI, jumlah tersebut tidak diakumulasi seperti yang disebarkan di media sosial hingga mencapai angka Rp 4,9 triliun.
“Soal angka SiLPA di tahun 2016 hingga 2020 memang mirip dengan data asli, namun SiLPA tidak bisa diakumulasi seperti yang tertulis dalam surat tersebut,” jelas Petrus.
Ia menegaskan bahwa SiLPA dari satu tahun anggaran sudah dialokasikan untuk kegiatan di tahun berikutnya, sehingga tidak ada akumulasi jumlah dari tahun ke tahun.
Sebagai contoh, SiLPA tahun 2022 sebesar Rp 1,7 triliun sudah dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) 2024. Dengan demikian, tidak ada SiLPA yang tersisa dari tahun-tahun sebelumnya.
“Jadi, SiLPA yang ada di tahun 2022 tidak ada lagi di tahun 2023, dan seterusnya. Maka, tidak mungkin jumlahnya dijumlahkan seperti yang diklaim di surat palsu tersebut,” tegasnya.
Lebih lanjut, Petrus menambahkan bahwa besarnya SiLPA di tahun 2023 disebabkan oleh sejumlah faktor, seperti transfer Dana Bagi Hasil (DBH) dari sektor migas dan dana reboisasi sebesar Rp 840 miliar yang baru diterima akhir tahun 2023.
Selain itu, ada juga Dana Alokasi Umum (DAU) yang belum teradministrasi serta penghematan anggaran dari kegiatan-kegiatan pemerintah daerah.
“Hal ini menjelaskan mengapa SiLPA tahun 2023 begitu besar. Ini bukan karena pemerintah gagal mengelola anggaran atau tidak maksimal dalam pembangunan,” ujar Petrus.
Dalam setiap proses pembahasan anggaran SiLPA, lanjut Petrus, BKAD selalu berkoordinasi dengan DPRD Kutai Barat, mulai dari pembahasan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS), hingga pengesahan APBD.
“Anggaran SILPA ini sudah direncanakan untuk pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat Kubar. Jadi, SiLPA itu pasti ada setiap tahun, tetapi tidak bisa diakumulasikan seperti yang dinyatakan dalam isu yang beredar,” pungkas Petrus.
Dengan klarifikasi ini, pemerintah daerah berharap masyarakat lebih berhati-hati dalam menerima informasi yang beredar di media sosial dan selalu mengecek kebenarannya dari sumber resmi.
Paul/red
Respon (1)