Samarinda – Di masa reses turun ke daerah pemilihan, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI) asal Kalimantan Timur, Yulianus Henock Sumual bersuara keras terkait masih maraknya penambangan liar (illegal mining).
Yulianus Henock meminta agar kepolisian, kejaksaan hingga seluruh aparat penegak hukum (APH) di Kalimantan Timur bertindak tegas dan tak membiarkan tambang illegal terus beroperasi di provinsi berpenduduk 4 juta jiwa itu. Menurutnya, selain menimbulkan kerugian negara, daerah pun mengalami kerugian cukup besar karena beroperasinya tambang illegal.
“Selama masa reses turun ke daerah pemilihan, saya menerima langsung begitu banyak laporan masyarakat terkait rusaknya infrastruktur, kecelakaan maut akibat beroperasinya truk-truk penambangan liar, serta masalah-masalah lain sebagai ekses merajalelanya illegal mining di Kaltim. DPD RI bertekad membersihkan Kaltim dari tambang ilegal!” serunya saat melaksanakan reses di Samarinda. Jumat, 1/11/24.
Baca juga:
Baru-baru ini, Penjabat Gubernur Kaltim Akmal Malik mengungkapkan bahwa ratusan tambang ilegal di Kalimantan Timur tersebar di beberapa wilayah, yakni 10 di Kabupaten Berau, 16 di Kabupaten Kutai Timur, 111 di Kabupaten Kutai Kartanegara, 29 di Kota Samarinda, 6 di Kabupaten Penajam Paser Utara dan 2 di Kabupaten Kutai Barat.
“Tambang-tambang illegal itu sangat membahayakan. Saya akan turun langsung memantau kinerja aparat penegak hukum (APH) di daerah apakah serius atau hanya main-main dalam memberantas penambangan liar ini,” tukas Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Publik DPD RI itu.
Beberapa dampak nyata yang merugikan masyarakat akibat beroperasinya penambangan illegal antara lain banjir besar yang hingga membawa serpihan batubara ke rumah warga. Di sisi lain, penambangan illegal menyebabkan keringnya sumber air sehingga padi tak bisa lagi tumbuh karena sawah mongering. Saat kemudian masyarakat beralih ke peternakan, ternyata untuk mencari bahan makan ternak juga susah karena banyaknya lokasi yang terbuka menjadi aktivitas tambang.
”Selain itu, yang paling memilukan yakni jatuhnya korban akibat lubang bekas tambang. Danau sisa galian penambangan itu ditinggal begitu saja tanpa dilakukan reklamasi, sehingga memakan nyawa anak-anak, generasi penerus dan calon pemimpin bangsa di masa datang. Negara tak boleh diam melihat semua kejahatan ini,” pungkas Yulianus Henock.
Baca juga:
EKONOMI Indonesia Bakal Tambah Kepemilikan Saham di PT Freeport
Anggota Komite II DPD RI itu menyatakan, lima besar jumlah lubang tambang terbanyak di Indonesia ada di wilayah Kalimantan Timur yakni 44.736 titik, Maluku Utara 10.684 titik, Sulawesi Utara 7.097 titik, Kalimantan Selatan 4.495 titik, dan Sulawesi Selatan 3.323 titik.
Secara regulasi, Pasal 161 B ayat (1) UU Nomor 3 tahun 2020 tentang Perubahan UU 4/2009 tentang Minerba menyebut perusahaan yang abai dengan kewajiban reklamasi telah melakukan kejahatan berkonsekuensi pidana.
Dijelaskan, setiap IUP atau IUPK dicabut atau berakhir dan tidak melaksanakan reklamasi dan/atau pascatambang, dan/atau penempatan dana jaminan reklamasi dan/atau dana jaminan pascatambang, dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.
”Kami akan awasi penegakan hukum memberantas tambang ilegal di Kaltim. DPD RI juga mengajak masyarakat adat untuk memantau langsung dan melaporkan bila ada kegiatan pertambangan ilegal yang menimbulkan kerugian negara,” pungkasnya.
Kris/red