Kutai Barat – Sengketa batas wilayah antar kampung kembali menjadi sorotan publik setelah DPRD Kutai Barat menggelar rapat dengar pendapat (hearing) terbuka yang membahas Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 7 Tahun 2023. Hearing ini digelar atas inisiatif Kepala Kampung Sangsang, Maskur, pada Senin (14/04/2025) dan melibatkan sejumlah kepala kampung dari Kecamatan Siluq Ngurai dan sekitarnya.
Kampung yang terlibat dalam pembahasan mencakup Kampung Sangsang, Tebisaq, Meya, Kaliq, serta Dasaq yang meski secara administratif berada di Kecamatan Muara Pahu, namun berbatasan langsung dengan wilayah sengketa.
Masalah utama mencuat lantaran Perbup Nomor 7 Tahun 2023 yang dinilai sepihak, karena hanya menetapkan batas wilayah Kampung Kaliq tanpa menyertakan kesepakatan resmi dengan kampung tetangga yang terdampak. Perbup tersebut dianggap tidak mencerminkan kesepakatan yang sebelumnya telah ditandatangani dalam berita acara bersama.
Tuntutan Pembatalan Perbup
Kepala Kampung Sangsang, Maskur, dalam forum tersebut menyatakan bahwa Perbup tersebut cacat prosedural karena mengabaikan proses musyawarah yang seharusnya melibatkan semua pihak. Ia mendesak agar regulasi tersebut dicabut dan disusun kembali berdasarkan kesepakatan yang inklusif.
“Perbup Nomor 7 Tahun 2023 kami anggap cacat secara prosedural karena tidak melibatkan semua pihak terkait. Kami mendesak agar Perbup ini dibatalkan dan disusun ulang berdasarkan kesepakatan bersama,” tegas Maskur.
Senada dengan itu, Kepala Adat Kampung Dasaq juga menyuarakan ketidakpuasannya. Ia menyatakan bahwa kampungnya memiliki dokumen kesepakatan batas wilayah yang sah dan bermaterai, namun tidak dijadikan acuan dalam Perbup tersebut.
Instansi Teknis Akui Keterbatasan
Rapat juga mengungkap permasalahan teknis di lapangan. Perwakilan dari Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim) mengakui bahwa instansinya tidak memiliki peralatan pemetaan yang memadai, seperti drone atau GPS dengan tingkat akurasi tinggi. Hal ini berisiko memunculkan ketidaksesuaian data koordinat yang tercantum dalam Perbup.
“Kami tidak memiliki peralatan pemetaan yang memadai seperti drone atau GPS dengan presisi tinggi. Hal ini dapat menyebabkan ketidaksesuaian dalam hasil pemetaan,” jelas perwakilan Perkim.
DPRD Minta Camat Fasilitasi Mediasi Ulang
Menanggapi situasi tersebut, Wakil Ketua II DPRD Kutai Barat, Martinus Sepe, yang memimpin hearing menyarankan agar dilakukan mediasi ulang dalam waktu dekat. Ia menugaskan Camat Siluq Ngurai untuk menjadi fasilitator mediasi, dengan batas waktu 1 hingga 2 minggu.
“Mediasi ini perlu segera dilakukan, mengingat wilayah yang disengketakan juga berada dalam area operasi perusahaan besar, PT. MAS. Camat diminta terlebih dahulu memanggil para kepala kampung sebelum melibatkan pihak lainnya,” ujar Martinus Sepe kepada awak media.
Ia juga menekankan pentingnya keterlibatan seluruh pemangku kepentingan agar penyusunan ulang Perbup ke depan benar-benar mencerminkan aspirasi semua pihak dan menghindari potensi konflik antar kampung.
Langkah Lanjut
Rapat dengar pendapat ini menjadi titik awal penting dalam upaya penyelesaian sengketa batas wilayah yang berlarut-larut. Semua pihak berharap proses mediasi dapat menghadirkan solusi damai dan adil, dengan mengedepankan asas musyawarah dan keadilan sosial antar kampung.
Reporter: Al-Khairi | red